Kamis, 08 November 2012

The Elegant Movement of Peacock on Merak Dance


Merak Dance - West Java
Merak Dance
Merak dance is a traditional folk dance originating from Pasundan land, West Java. This dance was created by Raden Tjetjep Somantri in 1950s and it had been rearrange by Irawati Durban in 1965. Merak in English means Peacock bird.
From its name, it clearly describes the dance that symbolize the elegant of peacock movements. Merak dance is can be performed solo or in groups. The dancers of this beautiful dance are wearing scarf that perform the tail of the peacock with multicolor scenic tone. Moreover, the dancers are also wearing the crown a la peacock head crown.
Merak dance is having delicate hand movements and it follows by traditional ‘Gamelan’ music, that becomes the main characteristic of this dance.
Each movement in this dance is meaningful and happy, that is why it sometime becomes the welcome dance to greet the guest of honor in wedding ceremony.

PARIWISATA PURWOREJO


Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasi; jasa keramahantempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya.
Tidak sedikit daerah yang bergantung dari industri pariwisatai sebagai sumber pendapatan daerah. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh pemerintah untuk mempromosikan daerahnya sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal
Purworejo sebagai daerah kabupaten yang berbatasan dengan magelang dan jogyakarta yang notebenenya merupakan daerah wisata yang sudah terkenal baik domistik maupun mancanegara, langsung maupun tidak langsung terkena imbas dari pariwisata kedua daerah tersebut. Seperti kita ketahui bahwa Magelang memilki Candi Borobudur dan Taman Kyai Langgeng, sedangkan Yogyakarta banyak tempat pariwisata yaitu Keraton Ngayojokarto, Kebun binatang gembiraloka, Malioboro, Pantai Parangtritis.
Selama ini wisatawan dari arah barat yang menuju magelang dan yogkarta akan melewati purworejo, hal ini di mungkinkan karena Purworejo berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa, kabupaten purworejo merupakan persimpangan jalan menuju arah kedua kota tersebut.
Dari kenyataan tersebut, dapat dilihat bahwa purworejo dapat berperan sebagai tempat transit. Ada dua tempat yang cukup representatif untuk transit wisatawan yang akan dan dari magelang atau Yogyakarta. Pertama kota kutoarjo, kutoarjo merupakan kota kecamatan yang terletak disebelah barat kota purworejo, kutoarjo tepat dilintasi jalur selatan. Di kutoarjo terdapat Masjid Agung yang didepannya terdapat alun-alun / tanah lapangan yang dikelilingi oleh warung-warung tenda yang mulai buka jam 17 s/d 05.00. daerah tersebut mempunyai tempat parkir yang luas. Cocok untuk wisatawan yang menggunakan bus. Kedua adalah kota purworejo, di kota tersebut juga terdapat masjid agung dan didepannya alun-laun, bedanya di masjid agung purworejo terdapat Bedug dengan nama bedug Pendowo yang terbesar di dunia dengan panjang….. (Bersambung)

Pesona Wisata Purworejo, Wonderful Indonesia



Kabupaten Purworejo (Bahasa Jawa: purwareja), adalah sebuah kabupaten yang cukup dikenal di Provinsi Jawa Tengah. Purworejo juga merupakan kediaman dari ayah ibu negara kita yakni ibu  Ani Yudhoyono. Ibukota berada di kota Purworejo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang di utara, Kabupaten Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di timur), Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Kebumen di sebelah barat.
Bagian selatan wilayah Kabupaten Purworejo merupakan dataran rendah. Bagian utara berupa pegunungan, bagian dari Pegunungan Serayu. Di perbatasan dengan DIY, membujur Pegunungan Menoreh. Purworejo berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api, dengan stasiun terbesarnya di Kutoarjo. Ada pula stasiun kecil Jenar, di kecamatan Purwodadi.

Dalam bidang pariwisata, Purworejo mengandalkan pantainya di sebelah selatan yang bernama “Pantai Ketawang”, “Pantai Jatimalang”. di samping itu ada pula pesona gua-gua yang indah dan menantang , seperti “Gua Selokarang” dan “Sendang Sono”. Di Sendang Sono (artinya : Kolam dibawah pohon Sono) masyarakat mempercayai bahwa mandi disendang tersebut akan dapat mempertahankan keremajaan. Goa Seplawan, terdapat di kecamatan Kaligesing. Goa ini banyak diminati wisatawan karena keindahan goa yang masih asli dan juga keindahan pemandangan alamnya serta hasil buah durian dan kambing ettawa sebagai salah satu ciri khas hewan ternak di Kabupaten Purworejo.
Disamping itu, terdapat juga air terjun “Curug Muncar” dengan ketinggian ± 40m yang terletak di kecamatan Bruno dengan panorama alam yang masih alami. gua pencu di desa ngandagan,merupakan bentuk benteng seperti gua pada zaman belanda; dan pada masa itu gua pencu pernah didatangi oleh presiden sukarno. Tapi sekarang sudah tidak terawat karena (MAAF) kurang pedulinya aparatur pemerintahan desa. Dan jika anda ingin menikmati suasana sejuknya alam di sana anda tinggal melanjutkan perjalanan ke utara, karena di sana anda dapat menemukan hutan pinus yang sangat sejuk dan dingin dengan panorama pegunungan dimana hamparan ladang petani yang permai dapat kita lihat.
Daya tarik lain dari kota Purworejo yaitu kesenian. Purworejo memiliki kesenian yang khas, yaitu dolalak. Dolalak merupakan tarian tradisional Purworejo yang diiringi musik perkusi tradisional seperti : Bedug, rebana, kendang, dsb. Tari dolalak merupakan tarian khas daerah Purworejo. Tari ini merupakan percampuran antar budaya Jawa dan budaya barat. Pada masa penjajahan Belanda, para serdadu Belanda sering menari-nari dengan menggunakan seragam militernya dan diiringi dengan nyanyian yang berisi sindiran sehingga merupakan pantun.
Kata dolalak sebenarnya berasal dari notasi Do La La yang merupakan bagian dari notasi do re mi fa so la si do yang kemudian berkembang dalam logat Jawa menjadi Dolalak yang sampai sekarang ini tarian ini menjadi Dolalak. Satu kelompok penari terdiri dari 12 orang penari, dimana satu kelompok terdiri dari satu jenis gender saja (seluruhnya pria, atau seluruhnya wanita). Kostum mereka terdiri dari : Topi pet (seperti petugas stasiun kereta), rompi hitam, celana hitam, kacamata hitam, dan berkaos kaki tanpa sepatu (karena menarinya di atas tikar). Biasanya para penari dibacakan mantra hingga menari dalam kondisi trance (biasanya diminta untuk makan padi, tebu, kelapa,dsb).Ketika dalam kondisi kesurupan (tak sadar) kadang hingga ada yang sampai makan beling kaca, bunga, dll.
Dzikir Saman mengadopsi kesenian tradisional aceh dan bernuansa islami, dengan penari yang terdiri dari 20 pria memakai busana muslim dan bersarung, nama Dzikir Saman diambil dari kata samaniyah (arab, artinya : sembilan), yang dimaksudkan sembilan adegan dzikir. diiringi musik perkusi islami ditambah kibord dan gitar. pada jeda tiap adegan disisipi musik-musik yang direquest oleh penonton). Ada pula kesenian Kuda Lumping (Jawa : jaran kepang).
Itulah beberapa pesona dari Kabupaten Purworejo. Kabupaten Purworejo terkenal dengan jargon Kota Berirama. Walaupun suasananya masih pedesaan, namun dari kabupaten ini telah mampu menelurkan banyak tokoh bangsa. Diantaranya almarhum Sarwo Edhie Wibowo yang merupakan mertua dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (pahlawan revolusi); Letnan Jenderal Urip Sumohardjo Oerip Soemohardjo (pendiri TNI); Danurwindo (mantan pemain dan pelatih Timnas Indonesia, asli Kutoarjo); Bapak Erman Suparno (mentri Tenaga Kerja Kabinet Indonesia Bersatu jilid I), dll. Karena itulah Purworejo layak menjadi bagian dari wonderful Indonesia. Ayo silahkan yang ngaku cinta Indonesia sempatkan berkunjung wisata ke kota Purworejo, yang juga adalah kota Pramuka.

Serimpi Dance, The Java Classic Dance

Serimpi Dance, The Java Classic Dance

Serimpi Dance - Central Java

Serimpi Dance

Serimpi traditional dance is typical classic dance originating from Royal palace of Yogyakarta. It is classic, because it was first performed in 12th Century. This dance was created by Pakubuwono IV, who was the leader of Surakarta Hadiningrat Palace, that symbolizing the death moment.
The name of Serimpi was originating called as Srimpi Sangopati, which means King replacement candidate. Like any other Java dance, this Serimpi dance is also performed by gamelan music, which are the Javanese traditional instruments.
This dance is having 45-60 minutes duration. Looking at the theme of the dance, Serimpi is having mystical nuance and gentle movements in every step. This classic dance is performed by four women, or five at the most. This formation is having purpose to fill the symbol behind the philosophy. The word Srimpi is deriving from the word Four. It symbolizes the four elements in the world, which is fire or Grama, wind, water or Toya and earth, based on Javanese belief. Hence, each of the dancers are carry and perform those each elements.

Purworejo Regency


Jatimalang Beach - Purworejo
Purworejo
Purworejo is one of regencies in Central Java with the capital of Purworejo city. This regency is bounded with Wonosobo regency and Magelang regency in north, Kulon Progo or Yogyakarta in east, Indian Ocean in south, and Kebumen regency in west.
The south region in Purworejo district is lowland. The northern part is mountainous, which is part of the Serayu Mountains. At the border with Yogyakarta Special Region there is Menoreh Mountains.
The economic activity in this regency is depend on agriculture, including rice, maize, cassava and other crops results. In Central Java province, Purworejo is become the central spice or “Empon-Empon”, like: cardamom, cubeb, ginger, galangal, turmeric and ginger which are now become the target of medicinal commodity Directorate General of Horticulture. Those spices are usually become the main raw of food spices and also become the main raw of traditional herbal Jamu.
About 75 medicinal plant in Central Java and Cilacap are relying the raw materials from this regency, relating to their business. Moreover, Purworejo is also the producer of coconut, brown sugar, melinjo, durian and banana.
Coconut is a popular plantation crop as a source income after rice in Purworejo. Other plantation commodities are like: Coffee, Rubber, Cocoa, Vanilla (annual crops) and Cane and Patchouli (annual crops). Purwokerto is having good potential in livestock, especially for goat and industrial.
Purworjo is such a small regency, but there are some potential tourism that can be visited during leisure time like, Ketawang beach, Jatimalang beach, Selokarang cave, Sendang Sono, Seplawan cave, Muncar waterfall, Pencu cave and many more.
Purworejo has a distinctive art, namely dolalak. It is a traditional dance that accompanied by traditional percussion instruments such as: Bedug, tambourine, percussion. One group consisted of 12 dancers where on one group consists of only one type of gender (all male or all female). Their costume consists of: Hats pet (similar to train station officer’s hat), black vest, black pants, sunglasses, and wear an undershirt feet without shoes (for dancing on a mat). Usually the dancers recited the mantra up to the dance in a state of trance (usually asked to eat rice, sugarcane, coconut).
This dance is an acculturation between Javanese culture and western culture. In the Dutch colonial period, Dutch soldiers were often danced by using their military uniform and accompanied by song which contains like rhyme.